12 Aug Catatan Perjalanan : Gunung Rinjani 2016 (part 1)
by : Cakra Wiguna (SA-17.194-PK)
Ekspedisi pendakian Rinjani 2016 ini diikuti oleh 3 orang, 2 orang merupakan anggota Pantala yaitu Widianta Gomulya (SA-13.175-BH) dan Cakra Wiguna (SA-17.194-PK), dan 1 orang di luar Pantala.
25 July 2016, Day 1 – Persiapan
Perjalanan pendakian Rinjani dimulai dengan berangkat menggunakan pesawat dari Jakarta menuju Bandara Internasional Lombok. Dari BIL dilanjutkan dengan menggunakan mobil sewaan dengan jarak tempuh sekitar 5 jam menuju desa Senaru. Di Senaru kami menemui Bpk. Nursaat, local coordinator dari CV SENARU BASE CAMP pada pukul 14.30. Tim mengungkapkan rencana perjalanan pendakian Rinjani dari jalur Sembalun menuju Senaru selama 4 hari 3 malam. Hasil diskusi dengan Bpk. Nursaat, kami memutuskan untuk menggunakan jasa 2 orang porter dikarenakan adanya anggota kami yang habis cedera terjatuh dari motor. Kedua porter, Bpk. Madoni dan Bpk. Ispan, membantu membawa perbekalan (makanan dan minuman) serta perlengkapan dasar (tenda, sleeping bag, dan peralatan masak). Kami bermalam di basecamp milik Bpk. Nursaat.
26 July 2016, Day 2 – Sembalun
Pukul 07.30, kami diantarkan untuk melakukan registrasi terlebih dahulu di kantor registrasi Sembalun. Kami tiba di kantor registrasi pukul 08.30 dan melakukan pendaftaran, mengisi form (form rencana perjalanan dan form daftar barang bawaan berikut estimasi sampahnya selama perjalanan), dan melakukan pembayaran (untuk turis lokal, dikenakan biaya Rp 5.000 per orang per malam). Proses registrasi cepat, kurang dari 15 menit. Petugas tidak meminta fotokopi KTP maupun surat keterangan sehat. Di belakang kantor, terdapat gerbang pintu masuk Sembalun, namun kebanyakan pendaki mengambil jalan pintas lain yang dapat menghemat sekitar 1 jam waktu jalan dari pintu masuk hingga pos I Sembalun. Maka, kami kembali menaiki kendaraan dan berhenti di tepi jalan pintas (800 mdpl) pada pukul 09.15. Sekitar pukul 09.30 perjalanan pun dimulai.
Sekitar 15 menit pertama, kami masih melewati rumah penduduk dan juga areal pertanian, dan setelahnya berganti menjadi hamparan savanna yang luas. Cuaca cerah, dan dari kejauhan tampak gunung Rinjani menjulang tinggi di depan kami. Udara sejuk, meskipun terik matahari cukup terasa. Kontur perjalanan tergolong masih landai selama melewati savanna.
Pada sekitar pukul 12.00 kami tiba di POS II (sekitar 1.500 mdpl). Mengingat sudah waktunya makan siang, kedua porter membantu kami menyiapkan makan siang. Pukul 12.45 kami kembali melanjutkan perjalanan. Pasca POS II, mulai terasa bahwa perjalanan sudah tidak selandai di awal, dan vegetasi di sekitar pun lebih bervariasi (tidak hanya savanna), sudah mulai terdapat pepohonan yang lebih rimbun. Kami mencapai checkpoint POS III (1.800 mdpl) sekitar pukul 14.00.
POS III menjadi pos terakhir sebelum kami menghadapi tanjakan yang mulai tajam. Jalan setapak masih berupa tanah dan tidak terlalu licin, dan bebatuan semakin sering dijumpai. Perjalanan dari POS III menuju Pelawangan Sembalun (2.600 mdpl) terkenal cukup ‘berat’ karena akan melewati apa yang disebut ‘Bukit Penyesalan’. Alasan penamaan ini dikarenakan tanjakan yang dilewati seolah tiada akhir, “konon” sebanyak 7x tanjakan panjang berbukit, membuat pendaki yang melewatinya seakan ‘menyesali’ keputusannya untuk mendaki gunung Rinjani. Frekuensi istirahat menjadi lebih banyak selama melewati jalur ini, bahkan sebelum memulai Bukit Penyesalan, kami harus melewati tanjakan panjang dua buah bukit terlebih dahulu. Vegetasi di sekitar semakin sering dijumpai pohon cemara, yang menandakan ketinggian dataran semakin tinggi. Hingga pukul 16.00 semakin terasa langkah kaki semakin berat dan udara semakin dingin, namun belum kunjung sampai di Pelawangan. Para porter dengan pikulan barang bawaannya dan sandal jepit terus melangkahkan kaki mereka, bahkan porter kami terus berjalan dari pagi hari dengan bertelanjang dada.
Cahaya matahari semakin berkurang dan menyadarkan kami untuk mencoba mempercepat langkah agar kami bisa sampai di tempat bermalam sebelum hari gelap, waktu menunjukkan pukul 17.30. Dengan rasa lelah dan kaki yang lemas, pada pukul 17.45 tampak dari tempat kami mendaki bahwa puncak bukit (Pelawangan) sudah terlihat. Jalur pendakian 100 meter terakhir sebelum mencapai Pelawangan pun menjadi semakin curam, hingga akhirnya pada 18.15 kami menapakkan kaki di Pelawangan Sembalun. Ternyata kami tiba tepat sesaat terjadinya matahari telah tenggelam. Berada di punggungan bukit panjang, melihat awan di bawah Pelawangan dan juga sinar matahari tenggelam membuat kami melupakan sejenak segala rasa lelah yang sebelumnya menghampiri. Indahnya pemandangan menjadi ‘doping’ sesaat, bergantian mengabadikan gambar, kemudian setengah jam kemudian mencari tenda porter kami.
Ternyata yang disebut Pelawangan Sembalun memanjang di punggungan gunung Rinjani. Terdapat 5 lokasi berkemah di pelawangan ini, dan lokasi tenda kami berada di pelawangan 3, yang berada cukup dekat dengan pos pelawangan. Dari pelawangan 1 kami berjalan menuju pelawangan 3, dan terlihat tenda-tenda berjejer di sepanjang punggungan. Hari pun berubah gelap, dan rasa lelah kembali terasa. Pukul 19.15 kami sampai di lokasi bermalam. Pak Madoni dan Pak Ispan segera membuatkan teh dan makan malam. Angin cukup besar dan dinginnya amat terasa menusuk. Pukul 20.00 kami bersiap untuk istirahat.
Lazimnya bagi turis asing, mereka memulai pendakian summit pukul 03.00, dengan estimasi tiba di summit sekitar pukul 06.00 / sunrise, namun sebagai langkah antisipatif setelah kami mengukur kondisi dan kecepatan jalan kami, diputuskan untuk mencoba mendaki summit pukul 01.00.
27 July 2016, Day 3 – Summit!
Alarm pada HP diset pada pukul 00.45. Meskipun terasa berat, kami memaksa diri untuk bangun dan bersiap-siap untuk melakukan pendakian summit. Sekitar pukul 01.15 kami keluar dari tenda dengan membawa daypack ringan, dan Bpk. Madoni telah membuatkan kami masing-masing satu gelas energen. “Semoga berhasil! Sampai bertemu saat sarapan, akan saya buatkan pancake pisang dan roti bakar!” seru Pak Madoni di tengah dinginnya dini hari tersebut. Pukul 01.30 kami memulai perjalanan menuju summit. Mayoritas penghuni tenda masih belum beraktivitas, namun kami dapat melihat ada sekumpulan titik cahaya kecil di ketinggian yang mengartikan sudah ada beberap kelompok sebelum kami yang sedang mendaki summit (mereka sudah tampak mencapai “setengah” perjalanan).
Di awal, kami melewati kumpulan tenda di pelawangan 4 dan 5, dan setelahnya tanjakan dimulai melewati celah diantara gundukan tanah setinggi lutut dengan tekstur pasir keras. Dari pelawangan menuju puncak, kami harus mendaki lebih dari 1.100 m (dari ketinggian Pelawangan 2.600 m menuju summit di 3.726 m). Kondisi sekitar yang masih sangat gelap dan medan yang agak sulit dilalui mengharuskan kami berjalan menggunakan head lamp agar tangan kami dapat lebih leluasa nergerak.
Pukul 03.30, udara semakin menusuk, meskipun kami sudah mencoba menggunakan pakaian berlapis-lapis. Pijakan kaki semakin tidak stabil karena semakin lama semakin berpasir. Betul apa yang dikatakan banyak orang: setiap 2 langkah, turun 1 langkah. Perlahan, para pendaki asing mulai melewati kami satu per satu. Terasa langkah kaki semakin berat, setiap 20-30 langkah, sangat ingin istirahat sejenak. Waktu menunjukkan pukul 05.15 dan kami belum kunjung mencapai summit. Perlahan, harapan untuk mengejar sunrise sirna, dan bahkan perasaan ingin ‘menyerah’ mulai muncul. Terlebih beberapa kami menjumpai ada pendaki asing yang memutuskan untuk kembali sebelum mencapai puncak, dan beberapa lainnya sedang dibujuk oleh sahabatnya untuk tetap meneruskan perjalanan. Menjadi pergulatan mental yang cukup berat bagi sebagian kami untuk terus melangkah maju di tengah dinginnya terpaan angin dan summit yang tidak kunjung sampai. Pukul 05.30, Langit tampak semakin terang, menunjukkan bahwa matahari akan segera terbit, melihat summit di atas, kami sadar bahwa kami masih memiliki 1/4 perjalanan untuk mencapai summit. Tidak lama, beberapa pendaki asing yang telah mencapai summit terlihat menuruni summit dari arah berlawanan, kembali menuju basecamp mereka masing-masing.
Perlahan dinginnya udara berkurang, digantikan oleh cahaya matahari pagi, dan summit pun dapat terlihat semakin jelas dan ternyata tidak terlalu jauh lagi. Kami melewati sunrise (pukul 06.15) di kemiringan puncak gunung Rinjani yang berpasir. Cukup mengherankan memang, bagaimana perubahan kondisi ini seakan menjadi ‘game changer’ bagi kami, memberikan ‘booster’ semangat agar kami tetap berjuang (meskipun perlahan) untuk menuju summit. Meskipun frekuensi istirahat semakin banyak, akhirnya pada pukul 06.45 kami mencapai puncak Rinjani!! Terlepas stamina yang terkuras, sangat puas rasanya setelah segala pergulatan mental dan delay yang terjadi, kami dapat mencapai puncak gunung vulkanik ke-2 tertinggi di Indonesia ini! Danau Segara Anak tampak semakin jelas di sisi kanan, dan kawah berbatu-non aktif di sebelah kiri.
Setelah berfoto ria, pukul 07.30 kami memutuskan untuk meninggalkan summit kembali berjalan menuju basecamp di Pelawangan. Untuk menuruninya kami harus melewati pijakan pasir berbatu yang cukup licin, sehingga salah satu cara teraman untuk melewatinya adalah dengan membenamkan kaki ke dalam pasir sambil membiarkan pasir membawa serta kaki kami menuruni hamparan pasir berbatu tersebut. Tidak jarang, perlahan sepatu kami akan terpenuhi oleh pasir, sehingga beberapa kali kami istirahat untuk melepas sepatu dan mengeluarkan pasir dari dalamnya. Dengan kondisi sekitar yang sudah terang, tampak jelas bahwa jalur yang kami lewati pada dini hari tadi ternyata hampir seluruhnya melewati punggungan berbukit berpasir dengan sisi kanan dan kiri yang curam. Maka, memang dibutuhkan kehati-hatian dalam mendaki jalur ini. Di tengah perjalanan kembali ke basecamp, kami melihat beberapa monyet yang berdiam di atas bebatuan besar di pinggiran jalur ke puncak.
Lutut dan jari yang pegal mengakhiri perjalanan kami kembali ke basecamp di Pelawangan pada sekitar pukul 10.30. Sesuai janjinya, Pak Madoni dan Pak Ispan segera menyajikan roti bakar dan pancake pisang yang telah mereka buat sejak pagi. Karena sangat lelah, kami beristirahat terlebih dahulu di tenda selama kurang lebih 3,5 jam sambil mencoba menebus tidur sejenak. Setelah makan siang, sekitar pukul 14.00 kami kembali berjalan untuk menuju Danau Segara Anak.
bersambung : Catatan Perjalanan : Gunung Rinjani 2016 (part 2)